doraemonluphu

doraemonluphu

Selasa, 18 Oktober 2011

ku titipkan cintaku padaMu


“Aku sungguh mencintainya”.. 
itu yang selalu aku ucapkan dalam setiap do’a dan sujudku padaNya. 
Entah bagian dari dirinya yang mana hingga aku bisa menancapkan kata-kata itu di hatiku. 
Tapi yang pasti aku merasakan rasa ini sejak aku mendengar ia melantunkan ayat suci al-qur’an di sebuah sholat dzuhur yang diimaminya. 
Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA di salah satu sekolah negeri di daerah tangerang. Sedangkan kejadian itu terjadi di masjid sekolah sebelah sekolahku.

Sungguh indah lantunan suaranya, hingga aku sangat meresapi setiap ayat suci yang dikumandangakan dirinya. 
Setelah shalat dzuhur itu aku langsung bergegas menemui temanku yang sudah menunggu diluar masjid. 
Dan saat menemui temanku, ternyata dia mengenalkan aku dengan teman-teman sekolahnya yang kebetulan tadi juga shalat dzuhur sama-sama, dan semuanya ikhwan. 
Agak canggung juga, untungnya waktu itu aku lupa bawa kacamata, jadi tak terlihat jelas wajah mereka itu.
Saat aku pulang dengan temanku itu, tak sengaja aku menunduk malu dan bertanya tentang imam itu, ternyata imam itu salah satu temannya di sekolah, bahkan hubungannya cukup dekat karena mereka dalam satu ekstrakulikuler yang sama. 
Bahkan, sebenarnya tadi aku juga berkenalan dengan dia. Subhanallah... langsung saja temanku punya fikiran kalau aku menyukainya. 
Tapi rasa itu pendam dalam hati, hanya aku, dan Rabb yang tau bagaimana rasa itu ada.

Sejak pertemuan itu, aku tak pernah melihat sosok pria itu lagi. 
Walaupun sekolah kami bersebelahan, tak pernah aku menemuinya. 
Mungkin walaupun bertemu, pasti aku tak mengenalinya dengan jelas, karena waktu pertemuan pertama wajahnya tak terlihat jelas. 
Walau begitu, sejak saat itu namanya muncul dalam do’a yang kupanjatkan meski aku tak tau jelas bagaimana sosok yang aku kagumi itu. 
Tak ada orang yang tahu, dan perasaan itu tetap tumbuh hingga aku menyelesaikan SMA ku. Hanya satu kejelasan yang aku tahu tentang dirinya kalau dia ada satu tahun diatas ku.

Tak pernah sedikitpun aku tahu tentang dirinya, hingga suatu saat setelah kelulusan SMA temanku itu menghubungi telepon genggamku.
“rul, kamu lagi dekat dengan pria nda?”, 
sungguh aku kaget waktu temanku bertanya seperti itu, setelah aku tanya kenapa dan dia bilang bahwa sang imam menyukaiku. 
Subhanallah.... sosok yang selalu dambakan, yang selalu aku sebut dalam do’a, yang selalu kusimpan rasanya dalam hati, kini ia hadir. 
Tiba-tiba aku meneteskan air mata, tak sanggup rasanya berbuat apapun lagi.
Lalu setelah kejadian itu, untuk pertama kalinya aku mempunyai hubungan khusus dengan seorang pria. 
Awalnya kami hanya berkomunikasi lewat SMS dan telepon saja, lalu berlanjut dengan sebuah pertemuan. 
Dari percakapan antara aku dan dia, aku tahu bahwa dia sudah mempunyai perasaan itu sejak pertama kali kami berkenalan waktu itu. 
Dan aku mulai menyadari lagi besarnya kekuasaan Sang Rabb. 
Hubungan kamipun semakin akrab, namun aku selalu menjaganya agar tidak melampaui batas yang sudah ditentukan, hingga akhirnya aku mulai memasuki perguruan tinggi yang letaknya jauh dari rumah. 
Aku mulai resah, antara memikirkan dia dan kuliahku itu. 
Aku berbincang dengan dia, agak lama aku berbicara dengannya. 
Dan aku teteskan air mata dipipiku, mengingat pertemuan yang baru saja terjadi ini ternyata harus dipisahkan oleh jarak yang cukup jauh. 
Dia mengusap air mata itu dengan saputangannya yang berwarna biru laut. 
Kata-katanya menguatkan langkahku untuk mampu pergi jauh darinya,

“dimanapun kamu berada, tetap ingat Allah disetiap langkahmu, tetap ingat ayah dan bunda dalam setiap tetes peluh keringat belajarmu, tak usah khawatirkan bagaimana diriku atau bagaimana jika tak bertemu, karena sesungguhnya ini baik untukmu dan aku. Walau kita tak bisa bersama saat ini, aku kan selalu meminta kepada penciptaMu agar bisa dipersatukan dalam suasana yang suci dengan mu. Aku kan berusaha...”

Sejak pertemuan itu aku pergi meninggalkan kota tangerang dan cerita bersamanya. 
Menjadi pribadi yang lebih baik untuk semuanya adalah mimpiku dalam perjalanan ini.
Aku dengarkan pesannya yang diberikan padaku, aku sangat fokus menimba ilmu, namun sungguh namanya juga selalu saja tersebut dalam do’aku.
Setahun sekali aku pulang ke tangerang untuk menemui orang tuaku, dan saat ini aku tak pernah berkomunikasi lagi dengan dia. 
Hingga tahun ketiga aku pulang, dan tahun ini aku cukup lama tinggal di tangerang. 
Akhirnya aku bertemu dengan dia, dalam keadaan yang berbeda.
Dia telah menyelesaikan kuliahnya, dan telah bekerja di salah satu perusahaan milik negara. 
Dia datang kerumahku, sungguh pada awalnya aku terkejut dengan kedatangannya, sudah lama aku tak pernah bertemu bahakan bertukar cerita lagi dengannya. 
Dan sekarang dia ada dihadapan mataku.
 Pertemuan itu sama seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya, hanya saja berbeda kondisinya. 
Aku terkejut lagi saat dia mengundang kedua orang tuaku dalam pertemuan itu. 
Dan subhanallah.. dia meminta izin kepada kedua orang tuaku untuk bisa meminangku, dan esok hari keluarganya akan datang kerumahku. 
Orang tuaku dengan senang hati menerimanya, dan aku hanya bisa menundukkan kepalanya dan banyak mengucap syukur pada Sang Kholik.
Esok harinya keluarganya datang untuk melamarku, sungguh bahagia tak terkira saat itu. 
Ibunya memakaikan cincin indah di jari manisku, dan ayah memimpin do’a waktu itu. 
Tanggal pernikahanpun telah ditentukan, yaitu 6 bulan mendatang saat aku menyelesaikan kuliahku. 
Dan setelah acar itu selesai, dia memberikan sebuah surat kepadaku. 
Dibungkus rapih dalam amplop putih tanpa ada suatu apapun yang tertulis di amplop itu. 
Sebelum dia pulang dengan keluarganya, dia mengucapkan pesan kepadaku 
“ habibah... insya allah, aku kan wujudkan janjiku dahulu padamu, untuk bisa bersamamu dalam suatu ikatan yang suci, aku kan tetap berusaha”...
Esok harinya aku harus kembali ke kampus. 
Aku ingat dengan surat yang dia berikan padaku, aku simpan surat itu di tas kecilku malam harinya. 
Dan saat adzan subuh berkumandang, aku telah rapih untuk shalat, lalu bergegas berangkat menuju stasiun. 
Di perjalanan, ternyata aku lupa membawa taskecilku yang aku siapkan tadi malam, dalam tas itu ada peralatan tulisku, telepon genggam, sebagian ongkos kereta, dan surat itu. 
Astaghfirullah... bagaimana bisa aku lupa, dan aku hanya berharap tas itu tak ada yang membukanya saja.
Pada bulan ke 6 ayah dan ibu datang ke wisuda ku, alhamdulillah aku mampu menyelesaikan studi ku dalam waktu 3,5 tahun. 
Dan esoknya aku, ayah dan ibu lekas pulang ke tangerang. 
Tanggal pernikahanku hanya tinggal 1 minggu lagi, dan semua hal telah dipersiapkan oleh calon suamiku ucap ibuku. 
Aku bahagia menjelang saat-saat itu, dan mengingat-ingat cerita dahulu saat aku bertemu dengannya. 
Dan kini, kan ku jelang hari-hari bersama sosok pria yang telah lama aku idam-idamkan.
Sesampainya dirumah, aku langsung beristirahat dikamar. 
Dan malamnya, aku shalat  tahajud seperti biasanya. 
Dan seperti biasa, namanya selalu ada dalam do’aku.. 
“aku mencintainya yaa Rabb... satukanlah kami dalam indahnya cinta dan kasihMu”... 
namun, tak biasanya ibu memanggil aku malam-malam seperti ini. 
Bergegas aku turun ke ruang tamu menemui ibuku, dan tak hanya ibu, ayah pun terbangun pada malam ini. 
Hanya satu pertanyaanku “ada apa malam-malam seperti ini ?”.
raut wajah mereka tak bisa ku tebak, ayah menggenggam erat telepon rumahku. 
Tanpa panjang lebar ibu memberitahu kepadaku bahwa calon suamiku mengalami kecelakaan saat dia mengendarai motornya sepulang dari kantor.
 Dan akupun lemas mendengar kabar itu, 
lalu ibu melanjutkan bahwa saat dia dibawa ke rumah sakit terdekat, nyawanya sudah tiada. 
Dia sudah pergi, pergi untuk selamanya. 
Meninggalkan aku...
Ayah langsung mengeluarkan mobil dari garasi, kami langsung pergi ke rumahnya. 
Dan benar, aku melihatnya terbaring di ruang tamu, baru kali ini aku melihatnya dengan pakaian kain kafan. 
Putih, bersih, tak ada luka sedikitpun. 
Dan aku masih tak percaya akan bertemu lagi dengannya dalam keadaan seperti ini. 
Aku tertunduk, menangis sendu, dan tak berhenti menyebut namaNya dalam tangisku ini. 
Ibunya menghampiriku, mencium keningku, meminta maaf kepadaku. 
Dan aku hanya bisa mengangguk menjawabnya. 
Tak sepatah kata pun terucap lagi hingga pemakaman tiba. 
Pagi hari calon suamiku dimakamkan, saat dia sudah berada di liang lahat, saat itulah aku melihatnya untuk terakhir kalinya. Sungguh aku sangat bersedih......
Aku kembali ke rumah, mencoba menenangkan diri dengan shlat duha. 
Dan namanya masih ku sebut dalam do’a ku “yaa Rabb.. aku mencintainya...”. 
aku teringat dengan surat yang dia berikan kepadaku waktu itu. Kucari tas kecilku itu, dan akhirnya kutemukan. 
Dengan masih memakai mukena, aku baca surat itu perlahan-lahan..

Assalamualaikum bidadariku...
Semoga Allah selalu berada disisimu dimanapun kau berada.
Habibah..
Aku telah melamarmu untuk menjadi bagian dari kehidupanku, aku memilihmu untuk menemani diriku hingga Allah memanggilku kembali. Hanya Allah yang tahu bagaimana besarnya rasa cintaku padamu, semenjak aku melihatmu, telah aku yakinkan hati ini bahwa aku jatuh cinta pada sosok wanita seperti dirimu.
Habibah...
Bukan baru kemarin aku mengenalmu, dan sungguh indah akhlakmu. Aku menginginkanmu untuk menjadi ibu yang sholehah bagi anak-anakku kelak. Aku menginginkanmu untuk menjadi istri yang sholehah bagi diri yang hina ini.
Bukan suatu hal yang mudah untuk menunggu saat ini, saat kau dekat dengan ku, aku selalu berusaha agar aku tak menyakitimu dengan cara apapun, aku selalu berusaha agar aku bisa menjaga pandanganku dari indahnya matamu. Dan saat kau jauh dariku, aku selalu berusaha menjaga diriku agar rinduku padamu tak mengalahkan rinduku bertemu denganNya. Bukan aku tak mencintaimu, tapi karena aku sangat mencintai dan mengahargaimu. Aku tak ingin adanya diriku malah membuat dirimu terpuruk dalam dosa cinta yang tak seharusnya.
Habibah...
Saat meminangmu, aku ingin menghadiahkanmu dengan hafalan Al-Qur’an yang sudah aku pelajari dalam 3 tahun ini. Aku ingin membacakan surah Ar-Rahman dalam ijab kabul kelak. Aku harap kau senang bidadariku...
Habibah...
Maafkan aku jika aku pernah menyakitimu, sungguh tak ada niat sedikitpun untuk ku menyakiti wanita sepertimu. Aku akan selalu berusaha mewujudkan janjiku padamu, namun jika Allah berkehendak lain, ikhlaskanlah.. karena sesungguhnya kita semua adalah HakNya.
Dan habibah...
Janganlah menangis lagi, karena air matamu terlalu berharga untukku. Bahkan kelak, jika kau mengizinkan aku akan berwudhu dengan air matamu. Jangan menangis lagi bidadariku...
Ana uhibbu ilaiki...
Wassalamualaikum....

                                                                                                           Daffa ‘alauddin


Setelah aku membaca surat darinya. 
Aku hapus air mataku, karena aku tak ingin ia menyucikan dirinya dengan air mataku, air mataku tak terlalu suci untuknya. 
Dan aku bacakan surah Ar-Rahman kepadanya. Ampunilah segala dosanya Yaa Rabb, tempatkan dia disisiMu yang terindah. 
Tolong sampaikan padanya bahawa aku akan selalu mencintainya...

 afifah n,n

1 komentar: