doraemonluphu

doraemonluphu

Jumat, 21 Oktober 2011

laporan farmakologi : rute pemberian obat


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute pemberian obat. Addpun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar kita dapat mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang ditampakkan pertama kali.

B.            Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah :
·           Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat
·           Mengevaluasi efek yang timbul akibat pemberian obat yang sama melalui rute yang berbeda
·           Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya
·           Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Cara pemberian obat yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi obat yang berbeda-beda pula. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per oral, karena mudah, aman, dan murah . Dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus, karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200m2. Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat pada saluran cerna antara lain:
1.      Bentuk Sediaan
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan.
2.      Sifat Kimia dan Fisika Obat
Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi [2]. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak.
3.      Faktor Biologis
Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.
4.      Faktor Lain-lain
Antara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan adanya penyakit tertentu.
Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Karena darah dari mulut langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan melalui sublingual ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati.
Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan.
Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma.
Pada pemberian obat melalui rektal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan iritasi mukosa rektum.
Pemberian obat secara parenteral memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1.      efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral.
2.      dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah.
3.      sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugiannya antara lain dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri, dan kurang ekonomis.
Pemberian intravena (IV) tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali.
Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus.
Injeksi intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar.
Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah.
Banyak faktor lain yg juga mempengaruhi absorpsi obat salah satu nya adalah faktor patofisiologi tubuh.







BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.           Alat dan Bahan :
-          Hewan percobaan : mencit jantan 5 ekor
-          Obat yang diberikan : diazepam, dosis 25 mg/kgbb
-          Kepekatan larutan obat : 3,5%
-          Alat suntik
-          Jarum oral

B.            Prosedur Kerja :
-          Rute oral
Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum berujung tumpul danberbentuk bola. Jarum dimasukkan ke dalam mulut perlahan-lahan, diluncurkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esofagus.
-          Rute sub-kutan
Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah leher. Tidak sampai ke pembuluh darah, melainkan hanya dibawah kulit saja.
-          Rute intra vena
Penyuntikkan dilakukan pada ekor mencit. Sebelum dilakukan penyuntikkan, terlebih dahulu buntut mencit yang akan disuntikkan di sterilkan dengan alkohol. Penyuntikkan di lakukan pada pembuluh vena yang berada di ekor, terlihat bahwa pembuluh vena berwarna pada ekor.
-          Rute intra peritoneal
Penyuntkkan dilakukan pada perut sebelah kanan mencit tepat pada garis tengah perut mencit. Pada saat penyuntikkan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikkan jarum menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.
-          Rute intra muscular
Penyuntikkan dilakukan pada otot semi tendinosus paha belakang.
-          Yang diamati adalah waktu yang diperlukan saat obat mulai disuntikkan hingga ada respon obat pertama kali, yaitu pada saat mencit mulai mengalami perubahan dari tingkah normalnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.            Perhitungan dan Hasil

-          Oral :                        v = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB)
     Konsentrasi obat (mg/ml)
                                                v = 0,029 kg x 25 mg/kgbb             = 0,145 ml
                                                                   5 mg/ml
-          Subkutan :               v = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB)
                                         Konsentrasi obat (mg/ml)
-                                           v = 0,022kg x 25 mg/kg BB            = 0,11 ml
                                                   5 mg/ml

-          Intra vena :              v = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB)
                                         Konsentrasi obat (mg/ml)
-                                           v = 0,018kg x 25 mg/kg BB            = 0,09 ml
                                                 5 mg/ml

-          Intra peritoneal :      v = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB)
                                         Konsentrasi obat (mg/ml)
-                                           v = 0,031 kg x 25 mg/kg BB          = 0,155 ml
                                                  5 mg/ml

-          Intra muscular :        v = BB (kg) x Dosis (mg/kg BB)
                                         Konsentrasi obat (mg/ml)
-                                           v = 0,029 kg x 25mg/kg BB            = 0,145 ml
                                                 5 mg/ml


Mencit
BB (kg)
Rute Pemberian
Dosis
T (waktu)
Respon
I
0,029
Oral
0,145 ml
12 menit
Lemas
II
0,022
Subkutan
0,11 ml
6 menit
Lemas
III
0,018
Intra vena
0,09 ml
4 menit
Lemas
IV
0,031
Intra peritoneal
0,155 ml
9 menit
Lemas
V
0,029
Intra muskular
0,145 ml
7 menit
Lemas

B.            Pembahasan
Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat diazepam kepada 5 mencit jantan. Pada awalnya mencit jantan bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll). Kemudian disuntikkan obat diazepam ke masing-masing mencit jantang dengan berbagai macam cara pemberian obat, yaitu oral, intra vena, intra peritoneal, intra muscular, dan subcutan. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit berbeda-beda, sesuai dengan berat badan mencit masing-masing. Setelah pemberian diazepam, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun ada 1 perbedaan pada hasilnya, yaitu perbedaan pada waktu obat mulai bereaksi terhadap masing-masing mencit. Injeksi melalui vena dilihat paling cepat memberikan efek obatnya. Itu disebabkan obat langsung diinjeksikan ke dalam pembuluh darah vena , sehingga distribusi dan absorpsi obat lebih cepat. Sedangkan oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.

BAB V
KESIMPULAN













DAFTAR PUSTAKA
·                www.liew267.blogspot.com
·                Departemen Farmakologi dan Terapi. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : UI press